KE MANA HARUS MENGADU JIKA ADA PEER-TO-PEER LENDING YANG MELANGGAR ATURAN?

9 Jul    Uncategorized

Kemajuan teknologi di sektor finansial telah menghasilkan inovasi layanan keuangan yang mudah diakses, seperti Fintech Peer to Peer Lending (“P2P Lending”). Meskipun menawarkan kemudahan, dalam praktinya masih banyak ditemukan P2P Lending melanggar aturan seperti pengenaan suku bunga tinggi (predatory lending), pelanggaran privasi data pengguna, bahkan ancaman dalam penagihan. Kendati diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”), praktik ilegal oleh beberapa P2P Lending  telah menimbulkan sentimen negatif terhadap industri ini.

P2P Lending dalam kerangka hukum di Indonesia dikenal sebagai Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“LPBBTI”). LPBBTI sebagaimana didefinisikan di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 10/2022”) merupakan penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet. LPPBTI atau P2P Lending dalam menjalankan aktivitasnya harus tunduk pada segala ketentuan POJK 10/2022 dan berbagai peraturan lain yang dikeluarkan oleh OJK.

Selain diawasi oleh OJK, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 108 POJK 10/22, Fintech P2P lending juga wajib terdaftar sebagai anggota asosisi. Dalam hal ini, asosiasi yang ditunjuk oleh OJK adalah Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (“AFPI”). Sebagai anggota asosiasi Fintech P2P Lending harus tunduk pada ketentuan Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab (“Pedoman Perilaku”).

Aktivitas Melanggar Hukum dan Ilegal Fintech P2P Lending Dapat Dilaporkan Kepada OJK dan AFPI

Adapun tindakan-tindakan melanggar hukum dan ilegal yang dapat diidentifikasi dan ditemukan oleh masyarakat untuk dilakukan pelaporan, di antaranya adalah :

  1. Tidak Memiliki Izin
  • Tidak Memiliki Keterbukaan Informasi dan Tidak Melakukan Penilaian Risiko Peminjam

Sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (“SEOJK 19/2023”), penyelenggara Fintech P2P Lending dalam memberikan layanan pinjam meminjam harus memiliki keterbukaan informasi seperti misalnya karakteristik dari produk pinjaman yang ditawarkan, biaya dan besaran bunga yang dikenakan. Di samping itu juga penyelenggara Fintech P2P Lending harus melakukan penilaian (scoring) terhadap permohonan permintaan pendanaan di antaranya dengan melakukan penilaian terhadap kelayakan dan  kemampuan calon penerima dana.

  • Pengenaan Bunga Di luar Batas Maksimum

SEOJK 19/2023 mengatur mengenai batas maksimum pengenaan bunga yang boleh dikenakan oleh penyelenggara Fintech P2P Lending. Misalnya ketentuan yang berlaku sejak 1 Januari 2024 hingga setahun ke depan adalah untuk pendanaan konsumtif dibatasi untuk tenor pendanaan jangka pendek kurang dari 1 (satu) tahun dengan ketentuan besaran bunga sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).

  • Mengakses Data Pribadi Pengguna

Sesuai ketentuan SEOJK 19/2023, penyelenggara Fintech P2P Lending hanya boleh mengakses kamera, lokasi, dan mikrofon dari handphone pengguna. Oleh sebab itu, melakukan akses seperti misalnya mengakses kontak di handphone pengguna merupakan hal yang tidak diizinkan.

  • Melakukan Penagihan dengan Ancaman dan Intimidasi

SEOJK 19/2023 telah mengatur teknis mengenai bagaimana penagihan harus dilakukan. Penyelenggara Fintech P2P Lending dilarang untuk melakukan penagihan dengan cara intimidatif baik secara fisik atau melalui media maya, penagihan juga tidak boleh dilakukan kepada kontak darurat, keluarga atau rekan pengguna.

Tata Cara Melakukan Pelaporan Kepada OJK dan AFPI

            Apabila ditemukan beberapa aktivitas Fintech P2P Lending yang diduga mengarah pada tindakan ilegal atau melanggar hukum, maka masyarakat umum dapat melakukan pelaporan terhadap penyelenggara Fintech P2P Lending tersebut dengan cara sebagai berikut:

  1. Melakukan Pelaporan kepada Satgas Waspada Investasi

Satgas Waspada Investasi merupakan satgas yang tidak sepenuhnya dijalankan oleh OJK, tetapi juga bekerja sama dengan 16 (enam belas) Kementerian/ Lembaga Negara lainnya. Masyarakat dapat melakukan pelaporan kepada Satgas Waspada Investasi dengan melaporkannya melalui telfon 157, whatsapp: 081157157157, email: konsumen@ojk.go.id atau email: waspadainvestasi@ojk.go.id.

  • Melakukan Pelaporan kepada OJK

Untuk melakukan pelaporan kepada OJK, dapat dilakukan dengan cara mengakses website Kontak 157 OJK pada tautan berikut ini: https://kontak157.ojk.go.id/APPKPublicPortal/Home. Selanjutnya pelapor dapat memilih menu “pengaduan”. Pelaporan tersebut dilengkapi dengan informasi dengan email, nomor handphone yang terhubung dengan whatsapp, uraian kronologis peristiwascan dokumen Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan scan surat pernyataan di atas meterai kalau permasalahan yang dilaporkan tidak sedang dalam proses dan belum pernah diputus oleh pengadilan, arbitrase atau lembaga yang berwenang lainnya.

  • Melakukan Pelaporan kepada AFPI

Prosedur yang dilakukan untuk melakukan pelaporan kepada AFPI dapat dilakukan dengan cara mengakses website AFPI dan memilih menu ‘pengaduan’ pada tautan berikut ini: https://www.afpi.or.id/pengaduan.

Saat melakukukan pelaporan, pelapor harus memberikan informasi di antaranya seperti nama lengkap, alamat, nomor handphone, waktu kejadian dan nama platform Fintech P2P Lending yang dilaporkan. Selanjutnya pelapor dapat menguraikan uraian dari permasalahan yang dilaporkan dengan turut melengkapi bukti pelaporan.